Cinta Chery
Malam itu langit begitu bahagia. Para bintang dengan cerahnya bertaburan hingga malam menjelang. Sedang sang rembulan dengan malu-malu menyeruak saat keheningan malam menjemput, menambah kebahagiaan langit malam itu. Begitupun diriku, setelah kemarin andi sahabatku mengungkapkan perasaanya padaku, akupun merasa bahagia bagai seorang gadis kecil yang begitu ceria mendapatkan lollipop dari mamahnya. Andi adalah sahabat terbaiku sejak kecil. Kami sempat hilang kontak saat kami lulus dari sekolah dasar. Ia melanjutkan pendidikanya ke Surabaya, karena tugas resmi ayahnya yang tak bisa ditunda lagi. Hingga kemudian, tak terduga takdir mempertemukan kita lagi. Secara tidak sengaja saat acara pengenalan mahsiswa di kampus tempat kami belajar sekarang, ada seorang laki-laki yang dengan gagahnya naik ke panggung untuk mennjukan talentanya. Aku yang kebetulan duduk dibarisan paling depan, terkejut mengenal jelas wajahnya. Iapun sama, saat melihatku terkejut, mengenaliku. Dari situlah, hubungan kita mulai tersambung lagi. Satu semester kami jalani perkuliahan sebagai mahasiswa baru. Hampir setiap hari kami jalan bersama dan melakukan hal-hal menarik berdua. Kita kebetulan satu fakultas, hanya berbeda jurusan saja. Dia jurusan TI, sedangkan aku fisika sains. lebih mempermudah komunikasi kita lagi. Dirinya pun telah mengenal dekat keluargaku lagi. Ayah yang berpindah tugas ke kota kembang setahun yang lalu, mempermudah pendidikanku. Aku tak perlu jauh-jauh pulang ke subang untuk PP kampus-rumah. Selama satu semester itulah hubungan kami semakin erat, hingga di awal semester genap, setelah menghabiskan liburan panjang selama satu bulan di kampungnya, seminggu setelah perkuliahan dimulai, dia mengungkapkan perasaanya padaku. “Han, sudah lama aku ingin mengungkapakan ini, tapi baru kali ini aku berani tuk berbicara langsung padamu. Aku suka sama kamu han. Jauh hari saat kita masih ingusan. Maukah kau jadi gadisku?”. Kalimat itulah yang begitu melekat dalam hatiku. Andi, pearku, sahabat kecilku dulu, menyukainku. Bahkan ia menyimpan perasaanya sejak kita belum tahu apapun tentang hidup ini, apalagi cinta, tak pernah terbesit di hatiku. Malam ini pun, biarpun jam duduk dimejaku sudah meunjukan pukul setengah dua belas, hampir mendekati midnight, aku belum juga bisa memejamkan mataku. Kata-katanya selalu terngiang di telingaku, membuatku sulit tuk terlelap. Akhirnya, karena lelah menunggu mata yang tak mau di ajak kompromi, aku memutuskan untuk duduk di kursi dekat jendela kamarku. Kusibak tirai dan kubuka sedikit jendela untuk sekedar menghirup dinginnya udara malam. Kulihat beribu-ribu bintang bertaburan di langit. Begitu indah. Bandung yang jarang sekali sudi untuk menampakan bintang yang selalu memelas untuk menampakan keindahanya, kini dengan tulus mempersilahkan bintang dan rembulan malam itu dengan bebas mengekspresikan keidahan yang luar biasa. Indah dan akupun bahagia. “hai”, sapanya pagi itu. Mengagetkanku. Aku begitu terpana melihatnya. Ia begtu gagah dengan setelan kemeja coklat dipadu dengan jeans hitamnya. Senyumnnya menyejukan pagi yang dingin. “chery, ko bengong sih?”, tanyanya dengan panggilan sayangnya padaku, sambil mengibaskan tanganya di depan wajahku. Aku tersadar. “owh, eh maaf. Pagi juga pear.” “pagi-pagi dah ngelamun, kesurupan gimana ??”, candanya. “ngedoain? Kalau aku kesurupan, berarti setannya kamu. Hehe.”, jawabku. “bisa ajah kamu jawabnya. Gimana pertanyaan ku kemaren?”, tanyanya to the poit. Aku memang tidak langsung menjawab permintaanya kemarin. Aku masih harus memikirkanya. Ada sebersit rasa takut dalam hatiku, kalau-kalau hubungan itu bisa merusak kedekatan persahabatan kami. “aku takut pear.”, jawabku jujur. “kenapa my chery, adakah yang kurang dari diriku? Ada yang menyeramkan?” “bukan gitu pear, kamu ngga kurang satu apapun. Juga tidak menyeramkan sama sekali.” “lalu?” “aku takut persahabatan kita bakalan hancur kalau kita melakukan hubungan ini.”, jawabku. “tenang aja chery, persahabtan kita ngga bakalan kenapa-napa. Hubungan yang kita jalin pun ngga akan berdampak apapun pada persahabtan kita. Malahan bisa jadi pijakan buat kita, karena kita sudah saling tahu diri kita berdua satu sama lain.”, jawabnya meyakinkanku. “kamu yakin?” “iya cheryku, manisku, yang paling imut, kaya semut. Aku yakin banget, seratus persen malah. Ok, sekarang kita jadian yah? Kamu mau nerima aku jadi cowo kamu?”, ucapnya sambil menunjukan kelingkingya. Janji kami berdua. Akupun mengangguk. Dia memeluku erat. “terimakasih cheryku”, ucapnya. *** Dua tahun berlalu. Kami jalani hubungan kami sebagai sepasang kekasih. Alhamdulilah, tak ada masalah serius yang terjadi diantara kami. Pertengkaran-pertengkaran kecil berhasil kami atasi. Hingga akhirnya, suatu hari aku berkenalan dengan teh airyn, seorang muslimah sejati yang begitu anggun. Beliau begitu menjaga tubuh, pandangan dan hatinya. Pakaianya selalu lebar dan longgar menutupi setiap lekuk tubuhnya. Pandangan matanya pun begitu terjaga. Tak pernah kulihat dia menatap wajah ikhwan yang berbicara denganya. Hatinya pun begitu lembut. Berbeda denganku. Biarpun aku memakai baju lengan panjang, tapi bajuku ketat, dan celana jeans yang kupakai masih menampilkan lekuk tubuhku. Juga mahkotaku yang belum kututupi dengan sehelai kain yang sangat mulia, jilbab. Suatu hari, setelah mengikuti seminar keputrian kami ngobrol di teras masjid kampus kami. Aku yang kebetulan memang sedang menunggu andi menjemputku, sedangkan ia memang masih ada kegiatan di masjid setelah maghrib nanti. “hani, bagaimana tadi seminranya. Apa yang kamu dapat?”, tanyanya. “gitu aja yah teh, sebagai seorang wanita, kita ngga boleh jadi orang yang lemah. Kita harus kuat, karena kita nantinya akan menjadi seorang pemimpin di rumah kita, bagi anak-anak kita nantinya.” Jawabku sekenanya, menurut apa yang aku dengar tadi. Karena kebetulan, aku ikut seminar itu juga untuk mengisi kekosongan jadwalku saja, dosen berhalangan hadir, sedang andi masih lama lagi menjemputku. “benar sekali. Menurut hani sendiri, wanita yang kuat itu yang kaya gimana?” “wanita yang kuat itu tidak cengeng”, jawabku sekenanya lagi." Ia pun menanggapi jawabanku dengan uraian yang panjang . dari semua tanggapannya atas jawabanku, ada satu kalimat yang begitu membuataku kaget, karena aku belum pernah tahu sebelumnya. “han, benar memang wanita yang kuat adalah wanita yang tidak mudah menangis’, jawabnya lembut. “namun selain dari itu, wanita yang kuat adalah wanta yang bisa menjaga dirinya dari perbuatan ma’siat yang dibenci oleh alloh. Juga wanita yang bisa menjaga sesuatu yang paling berharga di dirinya, yang hanya akan diberikan nanti setelah kita menikah dalam ikatan suci yang diridhoi oleh alloh, padanyalah hati dan raga kita esok kita curahkan.” “maksudnya?”, tanyaku meminta penjelasan. “maksudnya, gadis solehah yang selalu menjaga aurat juga hatinya. Dia tidak mengumbar keduanya sembarangan pada laki-laki. Hanya pada suaminya ia akan berikan semua itu.” “jadi orang yang pacaran itu lemah? Itu maksud teteh?”, tanyaku. “teteh ngga bilang kaya gitu. Hanya saja mereka belum kuat untuk menahan hawa nafsu mereka.” Kami ngobrol panjang lebar, hingga andi menjemputku tepat saat adzan maghrib berkumandang. Dari situlah aku mendapatkan tetes-tetes hidayah yang begitu sejuk bagai embun di pagi hari, yang tak pernah kutemukan sebelumnya. *** Esok harinya, setelah obrolan panjangku dengan teh airyn, aku merubah penampilanku seratus delapan puluh derajat. Aku kini mencoba untuk berpakaian anggun sepertinya. Biarpun awalnya memang begitu aneh dan tidak nyaman , juga andi yang bersikeras tidak setuju dengan penampilan baruku itu, namun aku tetap betahan. Selain itu juga, aku meminta hal yang sangat membuatnya terkejut. Dan itu semakin menambah ketidaksetujuanya pada penampilanku itu. Aku mengajukan permintaan itu seminggu setelah aku merubah penampilan. Hingga suatu hari, melihatku yang tetap tidak mau berubah kembali seperti semula, ia menghampiriku di lab saat sedang praktikum .“cher, kamu masih tetap teguh dengan pendirian kamu?”, tanyanya. “iya an, aku ngga akan bisa merubah keputusanku. Terserah kamu mau menrima atau tidak, tapi itulah kenyataanya.”, jawabku. “okelah kalau memang itu maumu dan bisa membuatmu bahagia. Aku ngga bakalan memaksa kamu. Tapi kamu harus tahu dan ingat selalu, aku ngga akan lelah buat mendapatkan dirimu meski apapun yang terjadi.”, jawabnya sambil meletakan sebuah bingkisan kecil di meja praktikku. “aku akan pergi satu bulan lagi, ayah memintaku unntuk melajutkan kuliahku di ausy semester depan.”, Lanjutnya. Ia pun pergi meninggalkan ruang praktikum. Aku hanya diam memandang punggungnya yang hilang dibelokan lirong sana. Sebuah bingkisan kecil tergeletak di depanku. Sebulan setelah peristiwa itu, aku tak pernah lagi berhubungan denganya. Tak ada kabar apapun tentangnya. Kami kehilangan kontak lagi. Mungkin karena kami sedang sibuk mengurus ujian akhir, hingga ia pun tak sempat untuk sekedar menyapaku lewat pesan singkat sekalipun. Seperti yang dilakukanya dulu saat kami masih punya hubungan special. Semingu setelah UAS berakhir, tak sengaja aku melihatnya berjalan bareng ka ilham, seniorku di organisasi baruku ini, LDM. Mereka berjalan keluar dari ruang sekretariat ikhwan. Setelah itu aku tak pernah menjumpainya lagi, baik di kampus ataupun di rumah. Hingga seminggu setelah aku melihatnya jalan bersama seniorku, satu pesan singkat masuk di layar inboxku, darinya. “assalamualaikum, hani gadis berpipi apel semerah chery, esok pagi aku akan berangkat ke ausy, seperti janjiku saat itu. Aku harap kamu dapat meridhoi kepergianku dengan setetes maaf darimu atas semua salah dan khilafku padamu selama ini. Izinkanlah aku untuk mencari secercah cahaya juga sepertimu agar aku bisa layak untuk menjadi imammu kelak, menjadi ayah dari anak-anakmu, dan kaupun sudi tuk jadi bidadariku di dunia dan akhirat. Maafkanlah semua salah dan khilafku. Maafkan aku yang tak bisa melenyapkan rasa cinta di hatiku ini padamu. Jadi kumohon, bersabarlah kau untukku. By pear.” Tak terasa butiran bening mengalir di kedua belah pipiku. “alaykumusalam. iya pear, aku akan setia menunggumu hingga kau berhasil memperoleh hidayah itu. Doa dan cintaku kan selalu menyertaimu juga. Awalilah langkahmu dengan menyebut asmanya, bismillah.”, jawabku mereply pesan singkatnya. Teringat aku akan bingkisan kecil yang belum sempat ku lihat isinya saat itu. Aku pun mengambilnya dari dalam laci, dan kubuka. Ternyata al-qur’an mini dengan warna gold. Begitu indah. Akupun memeluknya. “semoga ia berhasil mendapatkan hidayah itu dan bisa menjadi penerang dan pelengkap kehidupanku nanti seperti al-qur’an ini, petunjuk dan penerang umat muslim setelah sang rasul wafat.”, doaku dalam hati. Keesoka harinya, saat sedang menyebrang kekampus tak terduga olehku ada sebuah motor yang melaju sangat kencang, dan akupun tak bisa tuk menghindarinya. Aarrrrgggghhhhhhhh……..alohhuakbarrrr…. Tubuhku terpental. Aku merasakan pusing yang amat sangat di kepalaku. Kulihat bayangan putih menghampiriku, mengulurkan tanganya padaku. Akupun menerima uluran tangan itu. Terlintas satu wajah yang selama ini tak kunjung lelah menantiku, andi my pear. Aku pergi meninggalakan tubuhku yang berlumuran darah. Aku melihat orang-orang mengangkaktku ke dalam ambulance. Kulihat teh airyn berlari dengan terburu-buru kearahku. Namun aku tak bisa tuk meraihnya, dia tembus begitu saja melewatiku yang berdiri tepat di arah menuju ambulance, tempat tubuhku di baringkan. Aku tak bisa berbincang lagi denganya dan dengan orang-orang yang mengelilingi tubuhku. Aku sadar, malaikat tuhan telah menjemputku tuk menghadap kepadaNya. “pear, terimakasih kau telah mencurahkan cinta tulusmu itu untukku. Semoga kita bersatu esok disurga sebagai pasangan yang kekal dan abadi.”, ku titipkan pesan terakhirku pada angin yang berhembus sore itu. Akupun melangkah terus mengikuti bayangan putih itu. Selamat tinggal pear. Doa dan cintaku kan selalu menantimu hingga ke surga nanti. Love you….  Bandung, 21 mei 2011 Ma’had al-jami’ah UIN SGd bandung. By. Chaura aL haViny

0 comments:

Post a Comment

 
cHa's create. Template Design By: SkinCorner